Pengertian Konstitusi

Pengertian Konstitusi

Anda sedang mencari tentang pengertian konstitusi? Jika anda belum tahu apa itu konstitusi, tenang saja karena slimsblog akan berbagi tentang pengertian konstitusi. Yuk baca artikel berikut ini untuk mengetahui apa itu konstitusi menurut para ahli.

Pengertian Konstitusi Menurut Ahli

K. C. Wheare mendefinisikan Pengertian Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

Sedangkan, Herman Heller mendefinisikan konstitusi lebih luas daripada Undang Undang Dasar . Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis akan tetapi juga sosiologis dan politis. Menurutnya ada 3 pengertian konstitusi, antara lainnya yaitu:

  • Konstitusi dilihat dalam arti politis dan sosiologis sebagai cermin kehidupan sosial politik yang nyata dalam masyarakat.
  • Konstitusi dilihat dalam arti Juridis sebagai suatu kesatuan kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat.
  • Konstitusi yang tertulis dalam satu naskah UUD sebagai hukum yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara

Pengertian Konstitusi Lainnya

  • Pengertian konstitusi di zaman Yunani kuno masih bersifat materil. Artinya blm diformalkan sebagaimana konstitusi zaman sekarang ini.
  • Aristoteles misalnya membedakan antara konstitusi dengan hukum biasa berdasarkan adanya pengertian kata Politeia dan Nomoi. Politeia dapat diartikan sebagai konstitusi. Sedangkan Nomoi diartikan sebagai Undang-Undang biasa.

Konstitusi dan Peraturan

Robert D. Cooter (2000):

  • Pertama, konstitusi harus mengandung norma yang lebih umum daripada peraturan yang lain. Konstitusi mengatur atau memberi wewenang untuk pejabat dan mengakui hak-hak dasar warga negara, sementara peraturan perundang-undangan lainnya mengatur terkait perilaku atau pembuatan kebijakan.
  • Kedua, konstitusi mengalahkan hukum lainnya, termasuk mengalahkan hukum Internasional.
  • Ketiga, konstitusi biasanya lebih mengakar daripada hukum lainnya, dalam arti tidak mudah berubah.
  • Sebagai hukum yang lebih umum dan kuat, perubahan di dalamnya menyebabkan gangguan yang lebih besar. Untuk menghindari gangguan, perubahan konstitusi harus lebih lambat dari pada hukum lainnya. Oleh sebab itu, mengubah konstitusi biasanya memerlukan prosedur yang lebih berat dan biaya yang lebih besar daripada perubahan UU atau peraturan perundang-undangan lainnya.

Perubahan UUD 1945

Terdapat lima kesepakatan pada saat MPR melakukan perubahan UUD 1945.

  • Pertama, tetap mempertahankan atau tidak melakukan perubahan pada Pembukaan UUD 1945. hal sebab karena Pembukaan terkait erat dengan Proklamasi Kemeredekaan dan juga tercantum Pancasila.
  • Kedua, tetap mempertahankan bentuk NKRI. Tetap dipertahankan rumusan “asli” Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.” Selain itu, pada perubahan ke-4 ditambahkan satu ayat dalam Pasal 37 yang menyangkut perubahan UUD, yaitu Ayat (5) yang berbunyi, “Khusus tentang bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.“ (non ammandeable article).
  • Ketiga, memperkuat sistem pemerintahan presidensiil, dengan ciri-ciri: adanya jangka waktu masa kerja eksekutif yang pasti (fixed term in office); Presiden adalah kepala eksekutif; Hubungan antara eksektif dan parlemen yang tidak dapat saling menjatuhkan.
    • Diatur pada Pasal 6A tentang Pilpres, sehingga tidak bergantung MPR. Pasal 7 tentang masa jabatan (fixed term in office).
    • Pasal 7C Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat, sebagaimana dalam sistem parlementer.
  • Keempat, mengangkat substansi penjelasan dalam pasal pasal UUD. Praktek ketatanegaraan pada masa sebelum perubahan, sumber konstitusi tidak saja pasal-pasal atau batang tubuh UUD 1945, tetapi juga Penjelasan UUD 1945 menjadi sumber hukum konstitusi.
    • Kedudukan Presiden sebagai mandataris MPR, dinyatakan dalam Penjelasan UUD, sistem pertanggungjawaban Presiden juga dinyatakan dalam Penjelasan.
    • MPR memegang kekuasan negara yang tertinggi. Namun peraktiknya, pengaturan pengisian jabatan diatur UU yang merupakan produk hukum dari Presiden bersama DPR.
    • Beberapa Pasal UUD yang berasal dari Penjelasan, misalnya Pasal 1 ayat (3), “Negara Indonesia adalah Negara hukum,“ Pasal 7C yang menyatakan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 24 ayat (1) hasil perubahan yang berbunyi, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,“ dan Pasal 23A, Pasal 23B, Pasal 23C, Pasal 23D, Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal 23G adalah pasal-pasal tambahan yang fungsinya disamping mengangkat hal-hal yang telah ada pada Penjelasan juga melengkapinya supaya lebih jelas dan tegas pengaturannya demi kepastian hukum.
  • Kelima, Perubahan Dilakukan Dengan Cara Adendum.
    • Cara pengubahan yang dilakukan oleh MPR dalam perubahan pertama sampai dengan ke empat adalah dengan menyebutkan pasal-pasal atau ayat-ayat yang diubah atau ditambahkan dan dengan mencantumkan bunyi pasal-pasal hasil perubahan atau penambahan.

Hasil Perubahan

  • Sebelum perubahan, UUD 1945 hanya terdiri dari 16 bab, 37 pasal dan 47 ayat ditambah 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan.
  • Setelah 4 kali perubahan, UUD 1945 menjadi 20 bab, 73 pasal, 171 ayat ditambah 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Artinya, ada 20 bab, 73 pasal, 171 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan yang harus diterima sebagai bagian dari payung bangsa ini dalam melakukan setiap tindakannya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *